Saturday, March 19, 2011

Tubuh dan Ekspresi Emosi!

Jarang sekali orang yang sedang dalam keadaan sedih yang mendalam terkencing-kencing. Seringkali orang bisa gelisah hingga mual, perut mulas, dan tak punya selera makan sama sekali. Rasa haus dan lapar sering hilang ketika ada berita yang mengagetkan. Mulut cenderung jadi kering ketika kita sedang jatuh cinta atau bersemangat tentang sesuatu. Ini tentu bukan mitos belaka, karena memang ada kaitan yang kuat antara bagaimana tubuh kita bereaksi dengan berbagai hal yang kita rasakan, pikirkan, lihat, hirup atau dengarkan. Aktivitas organ-organ tubuh ini kebanyakan universal pada semua spesies manusia. Ini merupakan jejak-jejak evolusioner tubuh kita yang kita pelajari dalam sejarah purba bio-histori kita yang panjang. Mari kita coba kenali sistem limbik, sebuah bagian dari sistem koordinasi tubuh kita akan sesuatu. Ekspresikan gejalanya dan kita pahami bagaimana ia menjadi catatan hidup evolusioner di tubuh kita.


Banyak emosi kita dikendalikan oleh sistem limbik. Sistem ini merupakan struktur kecil nan kompleks yang ada di bagian bawah dari otak besar kita. Perilaku-perilaku emosional seringkali terkait pada kemampuan kita bertahan menghadapi situasi alamiah dan sosial di sekitar kita yang diterima oleh tubuh kita melalui stimulan-stimulan dan rangsangan luar. Bagaimana emosi di-ekspresikan oleh tubuh seringkali adalah hal yang universal, umum pada semua spesies manusia.

Seringkali pula, kabanyakan respon tersebut merupakan hal yang otonom, dikendalikan di pusat koordinasi tubuh (bagian otak) dan bekerja dengan tanpa sadar (setidaknya untuk beberapa mili-detik awal saat sistem inderawi kita menerima rangsangannya). Hal ini tentu penting, mengingat ada masa-masa nenek moyang kita yang sistem limbik-nya harus sedemikian sensitif merespon berbagai peluang yang bisa mencelakai dan mengancam kemampuan kita untuk bertahan hidup (survivability). Kegagalan pada sistem limbik berdampak sangat fatal dalam kemampuan kita memberikan respon simpatik dan parasimpatik atas berbagai keadaan di luar tubuh kita. Ketika sebuah kejadian dirasakan oleh tubuh (bisa berbentuk penglihatan, pendengaran, rabaan, atau bahkan sekadar imajinasi akan sebuah stimulus), maka sistem saraf simpatetik akan aktif demi respon adaptif siap untuk "bertempur" atau "melarikan diri". Misalnya seseorang yang meng-ekspresikan amarah, akan meng-aktivasi panasnya alat gerak atas (tangan) - sering diekspresikan dengan bahasa tubuh kepalan tangan yang mengencang - secara purba, kita siap untuk memukul. Sebaliknya, jika ada rangsangan yang memberikan rasa takut, maka darah mengalir ke alat gerak bawah (kaki) sehingga alat gerak atas (tangan) jadi dingin dan melemas, sementara kaki siap untuk berlari.

Di sisi lain, sistem saraf parasimpatetik muncul ketika ada kondisi emosional yang lebih tenang, intensitas emosi (baik positif atau negatif) cenderung menurun, terjadi aktivasi sistem pencernaan, nafas yang lebih ter-relaksasi, denyut jantung yang lebih teratur, dan seterusnya. Penelitian menunjukkan bahwa tiap kondisi emosi memiliki gejala-gejala tubuh yang unik. Berikut adalah ringkasan beberapa gejala tubuh kita yang terkait dengan emosi parasimpatetik dan simpatetik tersebut...


Saat ada intensitas emosi yang tinggi (aroused), maka fungsi-fungsi simpatetik pun ter-aktivasi, baik emosi yang positif (senang) atau yang negatif (sedih). Di sisi lain, ketika intensitas emosi mengendur, maka fungsi-fungsi parasimpatetik akan ter-aktivasi. Seseorang yang stress dan ingin mengurangi tekanan kognitif yang dialaminya, misalnya, membuat sistem koordinasinya untuk meng-aktifkan fungsi-fungsi parasimpatetiknya aktif sedemikian sehingga fungsi-fungsi pencernaan aktif yang mengakibatkan seringnya kita lihat orang stress yang mengantisipasinya dengan makan. Di sisi lain, seseorang yang sedang berada dalam keadaan stress dan tubuhnya belum menemukan antisipasi fisiologis, sulit untuk mengaktifkan fungsi-fungsi tubuhnya baik untuk pencernaan, eksresi, bahkan seksual.

Yang menarik dari diskusi ini adalah bahwa dengan fakta akan sistem yang otonom dari tubuh untuk rangsang stimulus emosi ini, beberapa perilaku juga dapat terlihat ketika seseorang sedang benar-benar merasakan sesuatu. Sedikit banyak kenyataan ini yang sering digunakan (dalam banyak reduksi) dalam alat pendeteksi kebohongan yang konvensional. Namun sekarang kita tahu, bahwa ekspresi emosional dari tubuh tak sekadar derasnya aliran darah, tingginya frekuensi denyut nadi, atau frekuensi nafas. Ekspresi emosional melibatkan banyak aspek dalam tubuh kita di bawah kendali sistem limbik!